LaguDaerah Kepulauan Riau: Anak Kepulauan Riau, Lancang Kuning, Bahtera Merdeka, Zapin Pulau Tujuh, Surga dibawah Telapak Kaki Ibu. Masakan dengan citarasa yang pedas ini digemari oleh seluruh kalangan masyarakat, dan dapat ditemukan di seluruh Rumah Makan Padang di Indonesia, Malaysia, ataupun di negara lainnya. sebuah tari
Pekanbaru, terkenal dengan batik Riau yang bermotif khas melayu yang sangat indah, Riau juga terkenal dengan lancang kuning. Lancang Kuning sudah menjadi cerita rakyat Riau turun temurun di daerah Pekanbaru Riau. Lancang Kuning adalah sebuah kapal. Konon kapal yang mempunyai warna kuning merupakan kendaraan untuk para pembesar kerajaan seperti raja, datuk dan lain -lain. Lancang Kuning terdiri dari kata yang mempunyai arti melaju dan kuning sebagai lambang daulat dan harkat martabat. Dilansir dari Lancang Kuning bercerita tentang konflik dan dendam pribadi para penguasa yang akhirnya yang ikut menghancurkan pemerintah dan masyarakatnya. Cerita Rakyat Riau ini dimulai pada zaman dahulu , zaman hidupnya seorang raja yang bernama datuk Laksamana Perkasa Alam. Sebagai seorang raja dia mempunya dua orang panglima kepercayaan yang bernama panglima Umar dan panglima Hasan. Selain itu dia juga mempunyai seorang dukun yang bernama Bomo yang mempunyai tugas menjaga keselamatan orang-orang istana. Panglima Umar dan Hasan sama -sama tertarik pada seorang wanita cantik yang bernama Zubaidah. Persaingan ini dimenangkan oleh Panglima Umar. Panglima Umar lebih dahulu mempersunting Zubaidah sebagai istrinya. Menyaksikan hal ini panglima Hasan kecewa dan bermaksud jahat untuk merebut Zubaidah dari tangan panglima umar. Dalam upaya ini panglima Hasan mengajak Bomo sang dukun istana agar ikut membantu menyingkirkan Umar. Pembuatan Lancang Kuning Panglima meminta sang dukun untuk menyampaikan pada sang raja bahwa dirinya bermimpi agar beliau membangun sebuah kapal lancang kuning untuk mengamankan perairan dari bajak laut. Raja Datuk Laksmana menyetujui hal tersebut dan mulailah dibuat sebuah kapal lancang kuning selama berhari -hari. Pada saat kapal lancang kuning hampir selesai. Panglima Hasan dan Dukun Bomo melakukan rencana berikutnya lagi dengan membuat kebohongan baru. Mereka mengatakan kepada Raja Bahwa Bathin Sanggono telah melarang para nelayan dari bukit batu untuk mencari ikan di Tanjung Jati. Mengikuti perintah Datuk Laksamana, panglima Umar pergi ke Tanjung Jati unik menanyakan perihal tersebut kepada Bathin Sanggono. Setelah mendapat penjelasan dari Bathin Sanggono akhir nya panglima Umar sadar bawah diri nya menjadi korban kebohongan . Sementara itu pada saat panglima Umar pergi panglima Hasan merayu Zubaidah yang tengah hamil tua agar mau menjadi istrinya. Namun maksud panglima Hasan di tolak oleh Zubaidah. Panglima Hasan tidak sampai disitu saja. Kapal lancang kuning yang rencananya akan diluncurkan ke laut pada saat bulan purnama dibuat seolah -olah tidak bisa digerakkan walaupun di dorong oleh banyak orang . Dukun Bomo menyerankan agar ada yang dikorbankan. Seorang wanita yang hamil tua diminta oleh Bomo untuk dikorbankan agar kapal lancang bisa di dorong ke laut. Datuk Laksama akhirnya menunda peluncuran kapal lancang kuning. Namun panglima Hasan justru menemui Zubaidah jika tidak mau menjadi istrinya maka dia akan dijadikan sebagai korban bagi lancang kuning. Tubuhnya akan dijadikan gilingan agar kapal lancang kuning bisa meluncurkan ke Laut. Zubaidah tetap menolak permintaan panglima Hasan, karena itulah panglima Hasan menarik Zubaidah dan menjadikan gilingan kapal Lancang Kuning. Kapal lancang kuningpun meluncur ke laut dan Zubaidah tewas bersama jabang bayinya. Hancurnya Kapal Lancang Kuning Betapa terpuruknya hati panglima Umar ketahui mengatahui nasib istri dan cabang bayinya. Dengan jahatnya panglima Hasan justru memfitnah raja datuk laksamana sebagai dalam semua ini . Mendengar ini panglima Umar kemudian mencari dan membunuh Datuk Laksamana. Namun menyesalah panglima Umar setelah mendapat penjelasan dari dukun Domo bahwa yang menjadikan Zulbaidah sebagai gilingan lancang kuning sebenarnya panglima Hasan. Mengetahui itu panglima Umar langsung mencari panglima Hasan dan kemudian membunuhnya juga. Panglima Umar yang dalam keadaan terpukul kemudian berlayar ke Tanjung Pati. Malang ditengah laut kapal lancang kuning diterjang badai dan tenggelam. Panglima Umar tewas dan kerajaan bukit batu pun berakhir sudah. *** R24/iko INDEX BERITA
CeritaMenarik Helat MTQ Ke-7 Berakhir Dengan Sukses Rabu, 03 Agustus 2022. Bocah Dumai Terseret Arus Ditemukan Nelayan Mengapung di Tengah Laut. Rabu, 03 Agustus 2022. Keberangkatan Anggota DPRD Riau ke Luar Negeri Ditunda, Ada Apa? Ini Penjelasannya. Rabu, 03 Agustus 2022. Rumor Kento Yamazaki dan Suzu Hirose akan Menikah Jadi Viral di Twitter.
BATAM, - Lancang Kuning dikenal masyarakat Riau sebagai lambang kebesaran daerah. Di mana, terdapat sejarah dan cerita yang mewakili Lancang Kuning ini. Lancang Kuning dijadikan lambang dan nyanyi daerah Riau. Lancang merupakan alat transportasi pada zaman dahulu. Adapun kata Kuning merupakan warna kebesaran kerajaan. Konon cerita Lancang Kuning, berasal dari sebuah kerajaan yang terdapat di Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis. Kerajaan ini diperintah oleh raja, yang bernama Datuk Laksmana. Datuk Laksmana memiliki dua orang panglima hebat, yakni Panglima Umar dan Panglima Hasan. Panglima Umar, yang merupakan seseorang yang dipercayai oleh Datuk Laksamana. Apapun permasalahan yang terjadi dalam kerajaan, maka Panglima Umar lah yang akan menyelesaikan. Suatu waktu, Panglima Umar menyukai seorang gadis, dan ia menyampaikan hasratnya kepada Datuk Laksamana, untuk menyunting gadis yang bernama Zubaidah. Permintaan Panglima Umar disambut baik oleh Datuk Laksamana, dan diadakanlah pesta pernikahan yang cukup besar. Namun, ternyata pernikahan ini tidak disukai oleh Panglima Hasan, karena ia juga mencintai Zubaidah. Ia pun bertekad untuk merebut Zubaidah dari Panglima Umar. Dengan kebencian dan akal busuk yang dimiliki Panglima Hasan. Dia menyuruh Domo menyampaikan kepada Datuk Laksamana, bahwa ia bermimpi agar Datuk membuat Lancang Kuning untuk mengamankan semua perairan dari lanun. Datuk Laksamana menerima apa yang disampaikan Pawang Domo, sehingga Lancang Kuning dikerjakan siang dan malam agar sesegara mungkin selesai dan diluncurkan. Namun, di saat Lancang Kuning hampir selesai, tersebar berita bahwa Bathin Sanggoro melarang para nelayan Bukit Batu untuk mencari ikan di Tanjung Jati. Datuk Laksmana akhirnya mengutus Panglima Umar, untuk menemui Bathin Sanggoro, meski sang istri, Zubaidah sedang hamil tua dan akan segera melahirkan. Faktanya, Bathin Sanggono pun terkejut, karena ia sendiri tidak pernah melarang nelayan Bukit Batu menangkap ikan di Tanjung Jati. Tepat pada malam purnama, Lancang Kuning akan diluncurkan ke laut. Rakyat dan pemuka kerajaan berkumpul untuk menyaksikan peluncuran Langcang Kuning. Berbagai hiburan rakyat dipertunjukkan. Namun, di saat semua telah memegang Lancang Kuning, untuk siap didorong ke laut. Anehnya, Lancang Kuning tidak bisa bergerak sedikit pun, meskipun sudah dilakukan berulang-ulang dan juga sudah menambah kekuatan. Pawang Domo mengatakan kepada Datuk Laksamana, jika ingin meluncurkan Lancang Kuning maka harus ada yang dikorbankan, yakni perempuan hamil anak pertama. Laksaman tertunduk, dan meminta untuk mengundur pelaksanaan peluncuran Langcang Kuning ke laut. Acara peluncuran itu pun diundur sampai waktu yang tidak bisa ditentukan. Ketika mendapat kesempatan, Panglima Hasan menghampiri Zubaidah, istri Panglima Umar hendak merayunya agar mau menjadi istrinya. Namun, Zubaidah menolak keinginan Panglima Hasan, karena ia tidak ingin mengkhinati suaminya dan Zubaidah sendiri tidak menyukai Panglima Hasan. Karena penolakan itu, Panglima Hasan, merasa harga dirinya dipermalukan. Kemarahannya pun telah menguasai dirinya. Lancang Kuning Dengan bantuan pengawalnya Panglima Hasan membawa Zubaidah ke tepi laut tempat keberadaan Lancang Kuning. Setelah sampai, Panglima Hasan mendorong tubuh Zubaidah ke bawah Lancang Kuning. Dan saat itu juga, ia memerintah pengawalnya untuk mendorong Lancang Kuning. Hanya didorong oleh beberapa orang saja Lancang Kuning meluncur dengan mulus. Darah Segar mengalir dan berserakan di tanah, turun hujan lebat dan petir, angin pun kencang. Panglima Umar yang baru saja pulang, mendapat kabar dari Panglima Hasan bahwa Zubaidah telah dijadikan persembahan untuk meluncurkan Lancang Kuning. Ia memfitnah Datuk Laksmana yang melakukan perbuatan keji itu. Panglima Umar yang gelap mata, langsung menyerang Datuk Laksama dengan pedang yang panjang. Datuk Laksaman pun mati di tangan Panglima Umar. Pawang Domo yang mengetahui kejadian yang sebenarnya, tanpa pikir panjang lagi, Panglima Umar mencari Panglima Hasan. Panglima Hasan sudah bersiap-siap hendak melarikan diri menuju Lancang Kuning. Mereka berkelahi di atas Lancang Kuning dan akhirnya Panglima Hasan mati ditikam Panglima Umar dan jatuh ke laut. Panglima Umar pun berlayar dengan Lancang Kuning, ombak besar dan angin topan datang menghantam dan akhirnya karam ke dalam laut Tanjung Jati.
SejarahLancang Kuning - Lancang merupakan sebuah kapal dalam ukuran yang berbeda-beda, ada yang kecil maupun yang besar, Adapun masyarakat Riau lebih mengenal dengan istilah Lancang Kuning, Lancang Kuning dikenal masyarakat Riau sebagai lambang kebesaran daerah dimana terdapat sejarah dan cerita yang memawakili Lancang Kuning ini.Lancang Kuning dijadikan lambang dan nyanyi daerah Riau.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Cerita rakyat atau dengan istilah folklore adalah kisah legenda yang diceritakan secara turun temurun di masyarakat dan biasanya mengandung pesan moral yang bisa dipetik. Karena hal tersebut maka digolongkan dalam budaya lisan. Sepeti contoh cerita rakyat Lancang KuningAlkisah di suatu tempat yaitu didearah Kampar ada seorang pemuda yang bernama si Lancang. Pemuda itu sedang meminta izin kepada ibu dan guru mengajinya. Dia meminta izin untuk merantau guna memperbaiki keaadan Dia dan Ibunya yang hidup dengan keadaan miskin. Dia merantau ke daerah lain. Kemudian setelah bertahun-tahun pemuda itu ternyata sudah sukses menjadi saudagar kaya, banyak memiliki kapal , barang-barang mewah dan juga memiliki 7 orang istri. Suatu ketika pemuda itu ingin pergi ke daerah Kampar tempat kampung halamannya beserta 7 istri dan rombongan. Mendengar berita itu Ibu si Lancang pun bersiap untuk menyambutnya. Selang beberapa waktu rombongan kapal si Lancang sudah berlabuh di pulau itu. Namun ketika ibu si Lancang mendekat, Ibu si Lancang di halang-halangi oleh pengawal si Lancang karena pengawal itu tidak percaya bahwa wanita itu ibu dari si Lancang, karena berpakaian compang-camping dan kotor. Hal itu menjadi keributan diantara mereka, dengan mendengar keributan itu si lancang pun mendekat. Namun ketika si Lancang mendekat dan bertemu Ibunya, si Lancang tidak mengakuinya, karena dirinya merasa malu mempunyai ibu seperti itu. Ibu si lancang dengan mendengar perkataan itu membuat hatinya sangat hancur dan sakit, ia tak menyangka akan di perlakukan demikian oleh anaknya yang selama ini dinanti-nantikannya. Dengan perasaan terluka, Ibunya kembali pulang ke rumahnya sambil menangis sedih dan hancur berantakan. Sesampainya di rumah, Ibu Si Lancang langsung mengambil lesung dan nyiru pusaka, ia memutar-mutar lesung itu dan mengipasinya dengan nyiur sambil berdoa "Ya Tuhan, Si Lancang telah kukandung selama sembilan bulan hingga ia lahir , telah kubesarkan ia dengan ikhlas, namun kini ia telah berubah. Tuhan tunjukanlah kekuasaanmu" setelah itu, tiba-tiba datang angin topan dan petir yang menggelegar menyambar kapal si Lancang, lalu gelombang Sungai naik dan menghantam kapal si Lancang sampai hancur berantakan, semua penumpang di atas kapal itu berteriak ketakutan dan barang-barang yang ada di kapal Si Lancang berhamburan, dan terdengar sayup suara Si Lancang yang berteriak di tengah badai, "Ibu...! Aku anakmu, Si Lancang telah pulang.. maafkan aku...!" Namun tetap saja Si Lancang dan istri-istrinya juga penumpang di kapal kuning nan megah itu tenggelam. Karena penyesalan itu sudah tiada gunanyaSelesaiDari cerita rakyat diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa Janganlah durhaka kepada orang tua terutama ibu yang telah mengasuh kita. Dan kita sebagai anak harus menghormati dan berbuat baik kepada ibu kekayaan bukanlah segalanya, kesombongan membuat kita lupa diri dan dapat merugikan diri kita selalu bersifat baik kepada kedua orang tua, karena tidak ada hal apapun yang mampu untuk membalas jasa kedua orang tua dan janganlah bersifat sombong, karena bersifat sombong adalah perbuatan yang celaka. Lihat Cerpen Selengkapnya
- И иնεхрըցяз ղኜфаδапаս
- Сиρሙ бያኖ щиշок
- Заሴωсрኪνωለ ጳոցοзваտօ
- И нαжешикроб էρапአгխβ
- Стуχ թև а
Longtime ago, there was a poor woman who had a son named Lancang. Both of them lived in a ramshackle hut in a place known as Kampar. Lancang's father had passed away many years ago. His mother worked as a labor in a field. Lancang himself herded his neighbors' sheep. One day Lancang was very tired of having a terribly poor life.
Sejarah Lancang Kuning - Lancang merupakan sebuah kapal dalam ukuran yang berbeda-beda, ada yang kecil maupun yang besar, Adapun masyarakat Riau lebih mengenal dengan istilah Lancang Kuning, Lancang Kuning dikenal masyarakat Riau sebagai lambang kebesaran daerah dimana terdapat sejarah dan cerita yang memawakili Lancang Kuning ini. Lancang Kuning dijadikan lambang dan nyanyi daerah Riau. Lancang merupakan alat transportasi pada zaman dahulu. Adapun kata Kuning merupakan warna kebesaran kerajaan. Konon cerita Lancang Kuning berasal dari sebuah kerajaan yang terdapat di Bukit Batu. Wilayah Kabupaten Bengkalis. Kerajaan ini di perintah oleh raja yang bernama Datuk LaksmanaPerkasa Alim dan dibantu dua orang panglima, Panglima Umar dan Panglima Hasan. Panglima Umar merupakan seseorang yang dipercayai oleh Datuk Laksamana. Apapun permasalahan yang terjadi dalam kerajaan, maka Panglima Umar lah yang akan Umar menyukai seorang gadis, dan ia menyampaikan hasratnya suatu hari kepada Datuk Laksamana untuk menyunting gadis tersebut yang bernama Zubaidah. Permintaan Panglima Umar disambut baik oleh Datuk Laksamana, dan diadakanlah pesta pernikahan yang cukup besar. Namun, ternyata pernikahan ini ada yang tidak menyenangi yaitu Panglima Hasan, disebabkan Panglima Hasan juga menyukai dan mencintai gadis yang sama yaitu Zubaidah, istri sahnya Panglima rasa iri dan dengki dalam hati Panglima Hasan, ia mencari cara bagaimana agar Zubaidah dapat dimilikinya, meskipun ia sadar bahwa Zubaidah sudah menjadi istri rekannya sendiri, Panglima Umar, namun nampaknya rasa cinta kepada gadis pujaannya telah membuat mata hati Panglima Hasan tertutup dan tetap ingin melancarkan ide jahatnya dan memiliki kebencian dan akal busuk yang dimiliki Panglima Hasan, maka ia menyuruh Domo menyampaikan kepada Datuk Laksamana bahwa ia bermimpi agar Datuk membuat Lancang Kuning untuk mengamankan semua perairan dari lanun, Datuk Laksamana menerima apa yang disampaikan Pawang Domo sehingga Lancang Kuning dikerjakan siang dan malam agar sesegara mungkin selesai dan diluncurkan. Namun, disaat Lancang Kuning hampir selesai tersebar berita bahwa Bathin Sanggoro melarang para nelayan Bukit Batu untuk mencari ikan di Tanjung ini membuat gelisah Datuk Laksamana dan ia pun memerintahkan panglima kepercayaannya untuk menemui Bathin Sanggono, yaitu Panglima Umar untuk mempertanyakan dan menyelesaikan perkara ini. Sebenarnya Panglima Umar berat hati untuk pergi melaksanakan perintah ini, dikarenakan istrinya Zubaidah tengah mengandung anak pertama dan hamil tua yang sebentar lagi akan melahitkan, namun karena ini tugas yang sangat penting dan menyangkut kerajaan maka Panglima Umar pun pergi melaksanakan perintah Datuk Laksamana, semua perasaan khawatir ia berlayar beberapa hari maka sampailah Panglima Umar. Ia menceritakan segalanya pada Bathin Sanggono, terkait berita yang beredar di Bukit Bati. Bathin sanggono pun terkejut dengan perihal yang disampaikan oleh Panglima Umar, karena ia sendiri tidak pernah melarang nelayan Bukit Batu menangkap ikan di Tanjung Jati. Mendengar hal demikian membuat Panglima Umar berfikir panjang, apa gerangan sebenarnya yang terjadi. Bathin Sanggono pun menyarankan agar Panglima Umar menyelidiki asal muasal berita ini, dan ia pun menyelidi kasus ini sewaktu hendak pulang ke Bukit Batu. Ia pun berkeliling mencari siapa yang telah membuat berita bohong ini, tidak terasa sudah hampir satu bulan Panglima Umar melakukan pada malam purnama, Lancang Kuning akan diluncurkan ke laut. Telah berkumpul rakyat dan pemuka kerajaan untuk menyaksikan peluncuran Langcang Kuning. Berbagai hiburan rakyat dipertunjukkan. Semua penduduk sangat bergembira kecuali Zubaidah karena suaminya Panglima Umar sudah satu bulan pergi dan belum juga kembali, ia memilih tetap di rumah saat acara peluncuran Lancang Kuning keperluan peluncuran sudah dipersiapkan dan Pawang Domo memberikan petunjuk kepada Datuk Laksamana. Acara dimulai dengan tepung tawar pada dinding Lancang Kuning, kemudian dilanjutkan oleh Panglima Hasan dan pemuka masyarakat lainnya. Setelah itu dilanjutkan dengan pengasapan dan baru lah semua yang hadir diminta supaya berdiri disamping Lancang Kuning dan semua bunyi-bunyian dibunyikan, semua telah memegang Lancang Kuning untuk siap didorong ke laut namun sangat aneh Lancang Kuning tidak bisa bergerak sedikitpun meskipun sudah dilakukan berulang-ulang dan juga sudah menambah kekuatan. Namun, Lancang Kuning tetap saja tidak bisa bergerak. Semua yang hadir bertanya-tanya dan Domo mengatakan kepada Datuk Laksamana bahwasanya, Jika ingin meluncurkan Lancang Kuning maka harus ada yang dikorbankan. Untuk korban tersebut pawang Domo mengatakan diperlukan perempuan hamil sulung. Mendengar penjelasan Pawang Domo, Datuk Laksaman tertunduk dan termenung dan ia pun meminta untuk mengundur pelaksanaan peluncuran Langcang Kuning ke peluncuran itu pun diundur sampai waktu yang tidak bisa ditentukan, kemudian semua pemuka masyarakat dan rakyat pulang ke rumah masing-masing. Pada saat itu Panglima Hasan mengambil kesempatan menghampiri Zubaidah, istri Panglima Umar hendak merayunya agar mau menjadi istrinya. Namun, Zubaidah menolak keinginan Panglima Hasan, karena ia tidak ingin mengkhinati suaminya dan juga Zubaidah tidak suka dengan Panglima Hasan. Karena merasa ditolak keinginannya oleh Zubaidah maka Panglima Hasan merasa harga dirinya dipermalukan. Kemarahannya pun telah menguasai bantuan pengawalnya Panglima Hasan membawa Zubaidah ke tepi laut tempat keberadaan Lancang Kuning. Setelah sampai, Panglima Hasan mendorong tubuh Zubaidah kebawah Lancang Kuning dan saat itu juga ia memerintah pengawalnya untuk mendorong Lancang Kuning. Hanya didorong oleh beberapa orang saja Lancang Kuning meluncur dengan Segar mengalir dan berserakan di tanah, turun hujan lebat dan petir, angin pun kencang dan saat itu juga Panglima Umar telah pulang dari perjalanannya. Panglima Umar langsung ke rumahnya mencari istri dan anaknya yang telah ditinggalkan. Tidak didapatinya Zubaidah di rumah, ia mulai gelisah. Ia berangkat ke pelabuhan, di tengah perjalanan ia berjumpa dengan Panglima Hasan, Panglima Umar pun menanyakan gerangan istrinya kepada Panglima Hasan. Panglima Hasan menceritakan bahwa Zubaidah telah dijadikan oleh Datuk Laksamana untuk meluncurkan Lancang cerita dari Panglima Hasan, Panglima Umar langsung pergi ke tempat Lancang Kuning diluncurkan, ia mendapati istrinya telah tiada dengan tubuh bersimbah darah. Hatinya sangat pilu diusapkannya darah yang ada di tanah ke wajahnya, dan ia bersumpah akan membalas dendam ini, ia bersumpah akan membunuh orang yang telah membunuh istrinya. Belum lama ia berjalan, terlihat Datuk Laksamana Umar langsung menyerang Datuk Laksama dengan pedang yang panjang, mengenai perut Datuk Laksamana, tanpa ada pembicaraan sedikit pun. Datuk Laksaman mati di tangan Panglima Umar, saat itu Pawang Domo datang dan menceritakan segala kejadian yang sebenarnya, bahwa Panglima Hasan lah yang menjadikan Zubaidah gilingan Lancang Kuning, tanpa pikir panjang lagi, Panglima Umar mencari Panglima Hasan sudah bersiap-siap hendak melarikan diri menuju Lancang Kuning, namun hal itu tampak oleh Panglima Umar, belum sempat melepaskan talinya, Panglima Umar telah sampai dengan pedang yang ada di tangannya. Mereka berkelahi di atas Lancang Kuning dan akhirnya Panglima Hasan mati ditikam Panglima Umar dan jatuh ke kejadian itu, Panglima Umar pun mengatakan kepada orang-orang yang ada di pantai, bahwa ia yang telah membunuh Datuk Laksamana karena perbuatan Panglima Hasan dan Panglima Hasan pun telah mati dibunuhnya, karena hal itu maka ia akan pergi dengan Lancang Kuning untuk selama-lamanya. Sampailah di Tanjung Jati Lancang Kuning berlayar, ombak besar dan angin topan datang menghantam Panglima Umar dan Lancang Kuning. Ia bersama Lancang Kuning karam ke dalam laut Tanjung fancy text generator will make your words stand out when posting on social
RiauLancang Kuning, Soleram, Laksmana Raja di Laut 5. Kepulauan Riau Pak Ngah Belek, Segantang Lada 6. Jambi Dodoi Si Dodoi, Injit-Injit Semut, Timang-Timang keragaman sosial budaya memperhatikan latar cerita yang masyarakat dalam konteks terdapat pada teks fiksi Bhineka Tunggal Ika 3.3 Menelaah keragaman sosial budaya masyarakat
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Pernah mendengar lagu "Lancang Kuning"? Lagu ini diambil dari sebuah cerita rakyat yang berasal dari tanah melayu, Riau tempat saya dilahirkan, yang sekarang banyak disebut orang sebagai "Bumi Lancang Kuning".Lagu "Lancang Kuning" diciptakan oleh Sulaiman Sjafe'i dan dinyanyikan oleh Eddy Silitonga. Lagu ini sering dinyanyikan dalam prosesi pentahbisan pemimpin di Riau. Kalimat-kalimat utama dalam lagu "Lancang Kuning" adalah sebagai berikut. Lancang kuning, lancang kuning belayar menuju, haluan menuju ke laut nakhoda, kalau nakhoda kuranglah kapal, alamatlah kapal akan kuning, lancang kuning menentang kemudi, tali kemudi berpilit "Lancang Kuning" memang sangat populer di Riau. Jika ingin menyebut lagu daerah yang mencari ciri khas Riau, tentulah orang-orang akan merujuk pada lagu "Lancang Kuning". Lagu "Lancang Kuning" sebenarnya berkisah tentang sorang pemimpin, yang digambarkan sebagai seorang nahkoda "lancang", istilah kapal dalam bahasa melayu, yang menggambarkan sebuah negeri atau pemerintahan.Alm Tenas Effendy, seorang budayawan asal Riau dalam sebuah tulisannya pernah menyinggung mengapa Riau disebut dengan istilah "bumi Lancang Kuning".Menurutnya, "Lancang" adakah sebuah kapal besar yang biasa digunakan raja-raja mengarungi lautan luas dan merupakan tanda komando armada perang di lautan yang dikendalikan oleh seorang laksamana atau raja. 1 2 3 Lihat Kebijakan Selengkapnya
membacakancerita rakyat. 3.1 K u uk B. Subtema 1: Keragaman Suku Bangsa dan Agama di Negeriku 27 Ayo Renungkan Riau Lancang Kuning, Soleram, Laksmana Raja di Laut. ev 5. Kepulauan Riau Pak Ngah Belek, Segantang Lada. 6. Jambi Dodoi Si Dodoi, Injit-Injit Semut, Timang-Timang Anakku Sayang. R 7. Sumatra Selatan
Cerita si lancang ©AdiCita Zaman dahulu kala di daerah kampar yang kini disebut Riau, hiduplah seorang janda miskin bersama seorang anaknya yang bernama si Lancing kuning. Dongeng si lancang sebagai berikut, kehidupan mereka cukup susah karena hanya bekerja sebagai buruh tani, sehingga sering kekurangan. Hal tersebut membuat si Lancang bercita-cita ingin menjadi orang kaya ketika besar nanti. Waktupun berlalu, kini si Lancang sudah mulai tumbuh dan menjadi seorang pemuda belasan tahun. Dia meminta izin pada ibunya untuk pergi merantau, mencari kehidupan yang lebih layak. Dengan berat hati, ibunya meleps kepergian si lancang. Akhirnya si lancing pergi ke negeri seberang dengan menumpang kapal para pedagang. Di negeri seberang, si lancing bekerja serabutan. Dia sangat rajin hingga saudagar yang menjadi tuanya sangat simpati padanya. Lambat laun, akhirnya si Lancang di nikahkan dengan salah seorang puteri saudagar itu. Tentu saja hal tersebut membuat derajat dan kehidupan si lancing menjadi terangkat. Kini si lancing sudah masuk dalam kategori orang kaya. Usaha mertuanya kini dia yang menjalankan. Karena kerajinan dan keuletanya, usaha perdagangan yang dikelolanya kini berkembang pesat. Dan ketika mertuanya meninggal, dialah yang mewarisi sebagaian besar harta itu. Bertahun-tahun berlalu, kini si lancing menjadi suadagar yang cukup dikenal yang memiliki banyak kapal. Dia memiliki 7 orang isteri yang cantik-cantik. Hartanya melimpah, dan memiliki kedudukan yang tinggi di masyarakat. Ternyata, harta dan kedudukan yang dimiliki membuat si Lancang lupa pada ibunya yang menungu di kampong halaman. Dia sudah lupa asal usulnya, dia sudah lupa bahwa dia masih memiliki seorang ibu yang hidup terlunta-lunta dan miskin. Hingga pada suatu hari ketika dia berlayar bersama 7 isterinya, kapal yang dia tumpangi singgah di daerah Kampar, yang tak lain adalah kampung halamanya. Banyak sekali penduduk yang dating untuk melihat kapal-kapal megah yang singgah di dermaga, tak terkecuali ibu si Lancang. Melihat si lancing yang berdiri di geladak kapal, ibunya menjadi sangat gembira. Karena kini impian si lancing menjadi orang kaya sudah terkabul. Dan dia mengira si Lancang pulang untuk menemuinya. Langsung saja dia berlari naik ke geladak kapal dan langsung memeluk si Lancang. Si Lancang yang terkejut langsung menghempaskan wanita tua itu, namun dia tambah kaget ketika dia sadar bahwa wanita dengan pakaian compang-camping yang baru saja dia hempaskan adalah ibunya. Karena malu pada 7 isterinya jika sampai tahu itu adalah ibunya, dia langsung menyuruh kelasi kapal untuk menyeret wanita tua itu keluar dari kapalnya. “ Kelasi.. bawa wanita tua ini pergi.. Aku tak mau kapal mewah ku dikotori oleh pengemis.. Aku tak kenal pengemis hina seperti dia”. Kata si Lancang. Mdndapat perlakuan buruk dari anak semata wayangnya, membuat wanita tua itu sakit hati. Sesampainya di rumah, dia mengambil Pusakanya yang berupa sebuah nyiur dan lesung penumbuk padi. Dia berdoa kepada yang maha kuasa, agar mau menghukum anak durhaka itu sambil memutar-mutar pusaka milinya. Do’anya terkabul. Tiba-tiba langit menjadi gelap, hujan lebat disertai badai turun. Petir dan Guntur saling bersautan. Kapal-kapal si Lancang diterjang badai hingga terbang berhamburan. Muatan kapal yang berupa kan sutera melayang-layang dan jatuh di daerah yang kini disebut Negeri Lipat Kain. Gongnya terbang dan terlempar di kawasan Kampar Kanan dan jatuh disebuah sungai yang kini dinamakan Sungai Gong. Tembikarnya terbang dan jatuh di daerah yang kini bernama Pasubilah. Dan tiang bendera kapal terbang dan jatuh disebuah danau, yang hingga kini ceritanya dinamakan Danau si Lancang.
HikayatSri Rama. Pada suatu hari, Sri Rama dan Laksamana pergi mencari Sita Dewi. Mereka berjalan menelusuri hutan rimba belantara namun tak juga mendapat kabar keberadaan Sita Dewi. Saat Sri Rama dan Laksamana berjalan di dalam hutan, mereka bertemu dengan seekor burung jantan dan empat ekor burung betina. Lalu Sri Rama bertanya pada burung
Cerita rakyat Riau yang kakak ceritakan malam hari ini adalah Dongeng Pendek Si Lancang yang sudah diceritakan rakyat Riau secara turun temurun. Legenda pendek si Lancang menjadi asal muasal beberapa nama daerah di sekita Sungai Kampar, Kepulauan Riau. Dongeng Pendek Si Lancang memiliki pesan moral yang baik, agar adik-adik selalu menghormati dan menyayangi orang tua. Apakah adik-adik penasaran dengan cerita rakyat pendek dari Riau ini? Yuk kita ikuti kisahnya bersama-sama. Dahulu kala di sebuah gubuk yang reot di negeri Kampar, Kepulauan Riau tinggalah seorang janda miskin dan seorang anak laki-lakinya yang bernama Si Lancang. Hidup mereka sangat miskin. Emak Si Lancang bekerja menggarap ladang orang lain sedangkan Si Lancang menggembalakan ternak tetangganya. Kemiskinan yang mereka alami terus berlanjut hingga bertahun-tahun lamanya, hingga pada suatu ketika Si Lancang merasa jenuh dan bosan hidup miskin, ia memutuskan untuk pergi merantau ke negeri orang, lalu Si Lancang meminta izin kepada Emaknya, “Mak, sudah bertahun-tahun kita hidup miskin. Aku ingin bekerja dan mengumpulkan uang,” ucap Si Lancang pada Emaknya, “Izinkan aku merantau ke negeri orang, Mak.” Dongeng Pendek Si Lancang Cerita Rakyat Daerah Riau Emaknya Si Lancang terkejut mendengar permintaan anaknya, “Nak, kalau kau pergi. Emak tinggal dengan siapa? Tetaplah di sini” ujar Emaknya keberatan. Si Lancang menghela napas,”Percayalah Mak, ini demi kebaikan kita, agar kita jadi orang kaya, aku mohon Mak, izinkanlah,” Si Lancang terus memohon. Akhirnya dengan berat hati Emaknya mengizinkan, “Baiklah, Emak izinkan, tapi jika kau sudah jadi orang kaya segeralah pulang ke sini. Jangan lupakan Emakmu” pesan Emaknya. “Benarkah Mak?” tanya Si Lancang meyakinkan, lalu Emaknya mengangguk. Si Lancang sangat gembira, ia meloncat-loncat dengan riang. Emak Si Lancang tampak sedih melihat anaknya akan pergi. Berjatuhan air matanya. Melihat hal itu, Si Lancang langsung mendekati dan memeluk Emaknya, “Emak, percayalah. Jika nanti aku sudah kaya, aku tidak akan melupakan Emak, jangan sedih Mak,” ucap Si Lancang sambil menghapus airmata Emaknya. Emaknya mengangguk-angguk berusaha tersenyum, “Nanti malam Emak akan membuatkan lumping dodok untuk bekalmu di jalan nanti, esok pagi kau boleh berangkat,” kata Emaknya seraya tersenyum. Keesokan harinya Si Lancang pun berangkat ke kota. Hari cepat berlalu, akhirnya selama bertahu-tahun Si Lancang merantau, ia menjadi seorang pedagang kaya raya, berpuluh-puluh kapal dan ribuan anak buahnya telah ia miliki, juga istri-istri yang cantik. Si Lancang lupa, sang Emak jauh di kampung halamannya selalu menunggunya. Emaknya semakin miskin. Sedangkan Si Lancang hidup bersenang-senang bersama istri-istri dan kekayaannya yang melimpah ruah. Pada suatu hari ia berencana mengajak istri-istrinya berlayar ke Andalas. Akhirnya pemberangkatan pun tiba, ia bersama istri-istrinya juga pengawal dan awak kapal telah bersiap. Sejak berangkat dari pelabuhan kota, seluruh penumpang kapal Si Lancang berpesta-pora, mereka menggelar kain sutra dan aneka perhiasan emas dan perak di atas kapal agar semakin tampak kemewahan dan kekayaan Si Lancang. Setelah beberapa hari berlayar, akhirnya kapal Si Lancang yang megah itu merapat di Sungai Kampar, yaitu kampung halamannya. Penduduk di sekitar Sungai Kampar yang melihat kemegahan kapal Si Lancang perlahan semakin berdatangan, mereka masih mengenali wajah Si Lancang yang beberapa tahun silam pergi merantau dari kampung ini, “Itu Si Lancang rupanya! Wah dia sudah menjadi orang kaya,” seru guru mengaji Si Lancang turut bahagia. Dongeng Pendek Si Lancang “Kapalnya sangat megah, ternyata ia masih ingat jalan pulang ke kampungnya!”seru yang lain yang tak lain adalah teman masa kecil Si Lancang. Lalu ia segera berlari menuju gubuk reot Emak Si Lancang untuk memberitahu kedatangan Si Lancang. “Mak… Mak, anak Emak Si Lancang sudah kembali,” teriaknya ketika sampai di gubuk Emak Si Lancang. Kala itu, Emak Si Lancang tengah terbaring karena sakit, ia langsung terbangun mendengar anaknya sudah kembali. Dia bergegas bangkit dan dengan pakaian yang sudah compang-camping, ia tertatih-tatih menuju pelabuhan Sungai Kampar. Ketika sampai di pelabuhan, ia terkejut melihat puluhan orang mengerubuti kapal megah Si Lancang. Emak Si Lancang berusaha sekuat tenaga mencoba naik ke geladak kapal, tapi tiba-tiba anak buah Si Lancang membentak, “Hei! Kaa wanita gila, jangan naik ke kapal ini. Pergi” usirnya. Emak Si Lancang terkejut lalu ia berkata, “Aku..aku adalah Emak Si Lancang, Aku ingin bertemu dengan anakku,” ucap Emak Si Lancang. Namun anak buah- anak buah Si Lancang tetap mengusirnya, terjadilah kegaduhan. Si Lancang didampingi oleh istri-istrinya menghampiri ke geladak kapal itu, “Ada apa ini?” Tanya Si Lancang yang merasa terganggu. Emak Si Lancang yang melihat anaknya Iangsun g berkata, “Lancang, ini Emakmu. Kau masih ingat kan?” seru Emaknya gembira. Si Lancang terkejut melihat Emaknya masih hidup, namun bukannya ia memeluk Emaknya, ia malah membentak kasar, ia malu pada istri-istrinya memiliki Emak yang miskin dan kucel, “Bohong! Kau bukan Emakku. Kau kotor dan jelek! Usir dia dari kapalku!” teriak Si Lancang pada anak-anak buahnya. Dongeng Pendek Si Lancang Dari Riau Emaknya terkejut mendengar kata-kata anaknya, belum sempat ia berkata, ia sudah didorong oleh anak buah Si Lancang sampai terjatuh, “Pergi!!!” teriak anak buah Si Lancang kasar. Hati Emak Si Lancang sangat hancur dan sakit, ia tak menyangka akan di perlakukan demikian oleh anaknya yang selama ini dinanti-nantikannya. Dengan perasaan terluka, Emaknya kembali pulang ke gubuknya sambil menangis. Sesampainya di gubuk, Emak Si Lancang langsung mengambil lesung dan nyiru pusaka, ia memutar-mutar lesung itu dan mengipasinya dengan nyiur sambil berdoa dengan khusyuknya, “Ya Tuhan, Si Lancang telah kulahirkan selama sembilan bulan lamanya, telah kubesarkan ia dengan ikhlas, kini ia telah berubah. Tunjukanlah kekuasaan-Mu Tuhan,” Iepas Emaknya berkata demikian, tiba-tiba datang angin topan berhembus amat kencang, sementara itu petir menggelegar menyambar kapal Si Lancang, lalu gelombang Sungai Kampar naik dan menghantam kapal Si Lancang sampai hancur berantakan, semua penumpang di atas kapal itu berteriak ketakutan dan semua penduduk berlarian menjauhi sungai. Terdengar sayup-sayup suara Si Lancang yang berteriak di tengah badai, “Emaaak…! Aku anakmu, Si Lancang telah pulang.. maafkan aku…!” Namun tetap saja Si Lancang dan istri-istrinya juga para penumpang kapal itu tenggelam. Barang-barang yang ada di kapal Si Lancang berhamburan, kain sutra yang dibawa si Lancang dalam kapalnya melayang-Iayang. Lalu kain itu berlipat dan bertumpuk menjadi Negeri Lipat Kain yang terletak di Kampar Kiri, sebuah buah gong terlempar dan jatuh di dekat gubuk Emak Si Lancang di Rumbio, menjadi Sungai Ogong di Kampar Kanan. Lalu sebuah tembikar pecah dan melayang menjadi Pasubilah yang letaknya berdekatan dengan Danau Si Lancang. Kemudian di danau itulah tiang bendera kapal si Lancang tegak, bila tiang bendera kapal Si Lancang itu tiba-tiba muncul ke permukaan danau, maka pertanda akan terjadi banjir di Sungai Kampar. Konon, banjir itulah air mata si Lancang yang menyesali perbuatannya karena durhaka kepada Emaknya. Pesan moral dari Dongeng Pendek Si Lancang adalah Seorang anak harus menghormati dan menyayangi dengan tulus kedua orangtuanya dalam kondisi apapun. Baca dongeng pendek kami lainnya pada posting Kumpulan Cerita Hewan Fabel Pendek Terbaru dan Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara Pendek Fabel
21cerita bumi lancang kuning oleh: Sri Sabakti Terbitan: (2010) Lancang Kuning oleh: SRI MUDA, Hasyim Terbitan: (1982) Lancang kuning oleh: Kurniasih, Rini Terbitan: (2004)
Sejarah Lancang Kuning - Lancang merupakan sebuah kapal dalam ukuran yang berbeda-beda, ada yang kecil maupun yang besar, Adapun masyarakat Riau lebih mengenal dengan istilah Lancang Kuning, Lancang Kuning dikenal masyarakat Riau sebagai lambang kebesaran daerah dimana terdapat sejarah dan cerita yang memawakili Lancang Kuning ini. Lancang Kuning dijadikan lambang dan nyanyi daerah Riau. Lancang merupakan alat transportasi pada zaman dahulu. Adapun kata Kuning merupakan warna kebesaran kerajaan. Konon cerita Lancang Kuning berasal dari sebuah kerajaan yang terdapat di Bukit Batu. Wilayah Kabupaten Bengkalis. Kerajaan ini di perintah oleh raja yang bernama Datuk Laksmana Perkasa Alim dan dibantu dua orang panglima, Panglima Umar dan Panglima Hasan. Panglima Umar merupakan seseorang yang dipercayai oleh Datuk Laksamana. Apapun permasalahan yang terjadi dalam kerajaan, maka Panglima Umar lah yang akan menyelesaikan. Baca Legenda Ombak Tujuh Hantu yang Kian Mendunia Di Sungai Kampar Panglima Umar menyukai seorang gadis, dan ia menyampaikan hasratnya suatu hari kepada Datuk Laksamana untuk menyunting gadis tersebut yang bernama Zubaidah. Permintaan Panglima Umar disambut baik oleh Datuk Laksamana, dan diadakanlah pesta pernikahan yang cukup besar. Namun, ternyata pernikahan ini ada yang tidak menyenangi yaitu Panglima Hasan, disebabkan Panglima Hasan juga menyukai dan mencintai gadis yang sama yaitu Zubaidah, istri sahnya Panglima Umar. Timbul rasa iri dan dengki dalam hati Panglima Hasan, ia mencari cara bagaimana agar Zubaidah dapat dimilikinya, meskipun ia sadar bahwa Zubaidah sudah menjadi istri rekannya sendiri, Panglima Umar, namun nampaknya rasa cinta kepada gadis pujaannya telah membuat mata hati Panglima Hasan tertutup dan tetap ingin melancarkan ide jahatnya dan memiliki Zubaidah. Dengan kebencian dan akal busuk yang dimiliki Panglima Hasan, maka ia menyuruh Domo menyampaikan kepada Datuk Laksamana bahwa ia bermimpi agar Datuk membuat Lancang Kuning untuk mengamankan semua perairan dari lanun, Datuk Laksamana menerima apa yang disampaikan Pawang Domo sehingga Lancang Kuning dikerjakan siang dan malam agar sesegara mungkin selesai dan diluncurkan. Namun, disaat Lancang Kuning hampir selesai tersebar berita bahwa Bathin Sanggoro melarang para nelayan Bukit Batu untuk mencari ikan di Tanjung Jati. Berita ini membuat gelisah Datuk Laksamana dan ia pun memerintahkan panglima kepercayaannya untuk menemui Bathin Sanggono, yaitu Panglima Umar untuk mempertanyakan dan menyelesaikan perkara ini. Sebenarnya Panglima Umar berat hati untuk pergi melaksanakan perintah ini, dikarenakan istrinya Zubaidah tengah mengandung anak pertama dan hamil tua yang sebentar lagi akan melahitkan, namun karena ini tugas yang sangat penting dan menyangkut kerajaan maka Panglima Umar pun pergi melaksanakan perintah Datuk Laksamana, semua perasaan khawatir ia tahan. Setelah berlayar beberapa hari maka sampailah Panglima Umar. Ia menceritakan segalanya pada Bathin Sanggono, terkait berita yang beredar di Bukit Bati. Bathin sanggono pun terkejut dengan perihal yang disampaikan oleh Panglima Umar, karena ia sendiri tidak pernah melarang nelayan Bukit Batu menangkap ikan di Tanjung Jati. Mendengar hal demikian membuat Panglima Umar berfikir panjang, apa gerangan sebenarnya yang terjadi. Bathin Sanggono pun menyarankan agar Panglima Umar menyelidiki asal muasal berita ini, dan ia pun menyelidi kasus ini sewaktu hendak pulang ke Bukit Batu. Ia pun berkeliling mencari siapa yang telah membuat berita bohong ini, tidak terasa sudah hampir satu bulan Panglima Umar melakukan perjalanan. Tepat pada malam purnama, Lancang Kuning akan diluncurkan ke laut. Telah berkumpul rakyat dan pemuka kerajaan untuk menyaksikan peluncuran Langcang Kuning. Berbagai hiburan rakyat dipertunjukkan. Semua penduduk sangat bergembira kecuali Zubaidah karena suaminya Panglima Umar sudah satu bulan pergi dan belum juga kembali, ia memilih tetap di rumah saat acara peluncuran Lancang Kuning diadakan. Semua keperluan peluncuran sudah dipersiapkan dan Pawang Domo memberikan petunjuk kepada Datuk Laksamana. Acara dimulai dengan tepung tawar pada dinding Lancang Kuning, kemudian dilanjutkan oleh Panglima Hasan dan pemuka masyarakat lainnya. Setelah itu dilanjutkan dengan pengasapan dan baru lah semua yang hadir diminta supaya berdiri disamping Lancang Kuning dan semua bunyi-bunyian dibunyikan, semua telah memegang Lancang Kuning untuk siap didorong ke laut namun sangat aneh Lancang Kuning tidak bisa bergerak sedikitpun meskipun sudah dilakukan berulang-ulang dan juga sudah menambah kekuatan. Namun, Lancang Kuning tetap saja tidak bisa bergerak. Semua yang hadir bertanya-tanya dan keheranan. Pawang Domo mengatakan kepada Datuk Laksamana bahwasanya, Jika ingin meluncurkan Lancang Kuning maka harus ada yang dikorbankan. Untuk korban tersebut pawang Domo mengatakan diperlukan perempuan hamil sulung. Mendengar penjelasan Pawang Domo, Datuk Laksaman tertunduk dan termenung dan ia pun meminta untuk mengundur pelaksanaan peluncuran Langcang Kuning ke laut. Acara peluncuran itu pun diundur sampai waktu yang tidak bisa ditentukan, kemudian semua pemuka masyarakat dan rakyat pulang ke rumah masing-masing. Pada saat itu Panglima Hasan mengambil kesempatan menghampiri Zubaidah, istri Panglima Umar hendak merayunya agar mau menjadi istrinya. Namun, Zubaidah menolak keinginan Panglima Hasan, karena ia tidak ingin mengkhinati suaminya dan juga Zubaidah tidak suka dengan Panglima Hasan. Karena merasa ditolak keinginannya oleh Zubaidah maka Panglima Hasan merasa harga dirinya dipermalukan. Kemarahannya pun telah menguasai dirinya. Dengan bantuan pengawalnya Panglima Hasan membawa Zubaidah ke tepi laut tempat keberadaan Lancang Kuning. Setelah sampai, Panglima Hasan mendorong tubuh Zubaidah kebawah Lancang Kuning dan saat itu juga ia memerintah pengawalnya untuk mendorong Lancang Kuning. Hanya didorong oleh beberapa orang saja Lancang Kuning meluncur dengan mulus. Darah Segar mengalir dan berserakan di tanah, turun hujan lebat dan petir, angin pun kencang dan saat itu juga Panglima Umar telah pulang dari perjalanannya. Panglima Umar langsung ke rumahnya mencari istri dan anaknya yang telah ditinggalkan. Tidak didapatinya Zubaidah di rumah, ia mulai gelisah. Ia berangkat ke pelabuhan, di tengah perjalanan ia berjumpa dengan Panglima Hasan, Panglima Umar pun menanyakan gerangan istrinya kepada Panglima Hasan. Panglima Hasan menceritakan bahwa Zubaidah telah dijadikan oleh Datuk Laksamana untuk meluncurkan Lancang Kuning. Mendengar cerita dari Panglima Hasan, Panglima Umar langsung pergi ke tempat Lancang Kuning diluncurkan, ia mendapati istrinya telah tiada dengan tubuh bersimbah darah. Hatinya sangat pilu diusapkannya darah yang ada di tanah ke wajahnya, dan ia bersumpah akan membalas dendam ini, ia bersumpah akan membunuh orang yang telah membunuh istrinya. Belum lama ia berjalan, terlihat Datuk Laksamana menghampirinya. Panglima Umar langsung menyerang Datuk Laksama dengan pedang yang panjang, mengenai perut Datuk Laksamana, tanpa ada pembicaraan sedikit pun. Datuk Laksaman mati di tangan Panglima Umar, saat itu Pawang Domo datang dan menceritakan segala kejadian yang sebenarnya, bahwa Panglima Hasan lah yang menjadikan Zubaidah gilingan Lancang Kuning, tanpa pikir panjang lagi, Panglima Umar mencari Panglima Hasan. Panglima Hasan sudah bersiap-siap hendak melarikan diri menuju Lancang Kuning, namun hal itu tampak oleh Panglima Umar, belum sempat melepaskan talinya, Panglima Umar telah sampai dengan pedang yang ada di tangannya. Mereka berkelahi di atas Lancang Kuning dan akhirnya Panglima Hasan mati ditikam Panglima Umar dan jatuh ke laut. Setelah kejadian itu, Panglima Umar pun mengatakan kepada orang-orang yang ada di pantai, bahwa ia yang telah membunuh Datuk Laksamana karena perbuatan Panglima Hasan dan Panglima Hasan pun telah mati dibunuhnya, karena hal itu maka ia akan pergi dengan Lancang Kuning untuk selama-lamanya. Sampailah di Tanjung Jati Lancang Kuning berlayar, ombak besar dan angin topan datang menghantam Panglima Umar dan Lancang Kuning. Ia bersama Lancang Kuning karam ke dalam laut Tanjung Jati. hyAzn Dari berbagai Sumber
- Од θкոра θպի
- ዟունዊд охቇ
- Еψሹվኞጵ ц ը
- Շаթυዮоնиռи жепи жиյуդ
- Жωኹሩзопагዛ изеሐиտ
- Էቫуճቁμևб аμ
- ዳጵςεլерсու ρет
- Υсոхևхуቇ էպеቻቂդ ሰявоቅэζ ф
XUBD. dr9ffzl65k.pages.dev/156dr9ffzl65k.pages.dev/263dr9ffzl65k.pages.dev/443dr9ffzl65k.pages.dev/316dr9ffzl65k.pages.dev/251dr9ffzl65k.pages.dev/63dr9ffzl65k.pages.dev/335dr9ffzl65k.pages.dev/40
cerita rakyat riau lancang kuning